Riwayat Jan Mintaraga Gerdi Wk Hans Jaladara San Wilantara Siauw Tik Kwie atau Otto Suastika Man atau Mansyur Daman Para Kolektor dan Penggila Komik
Minggu, 29 November 2009
Hans Jaladara
Ada yang mengatakan lahir di Kebumen ada yang bilang di Jogjakarta pada tanggal 4 April 1947 (ya sudahlah dimanapun berada). Nama Jaladara baru dipakai Hans pada awal tahun 1970-an karena ada peniru dengan nama Han, tanpa huruf S. Jaladara diambil dari tokoh komik wayang Prabu Baladewa pada saat bertapa di Grojogan Sewu dengan nama Resi Jaladara. Info lengkap ada di :
http://jadul1972.multiply.com/journal/item/76/NAMA_TOKOH_WAYANG_PADA_KOMIKUS_INDONESIA
Hans menciptakan tokoh Pandji Tengkorak pada tahun 1968 dan komik ini sangat sukses dipasaran. Komik Pandji Tengkorak kemudian dibuat film dan dibintangi oleh Deddy Sutomo, Shan Kuan Ling Fung, Rita Zahara, Lenny Marlina dan Maruli Sitompul.
Panji Tengkorak adalah komik yang 2 kali diulang pembuatannya (versi 2 dan versi 3)
Sekitar tahun 1975 sampai 1980-an, komik Indonesia mengalami kemerosotan seiring dengan membanjirnya komik-komik impor. Hans masih bertahan dan sempat menerbitkan Pandu Wilantara dan Durjana Pemetik Bunga. Semangatnya mulai bangkit kembali ketika ada tawaran untuk memproduksi kembali Panji Tengkorak versi 2 pada tahun 1984 dan kemudian versi 3 tahun 1996.
Bahan tulisan dari : http://jadul1972.multiply.com/journal/item/77/HANS_JALADARA
Jan Mintaraga
Komikus yang bernama asli Suwalbiyanto ini lahir di Jogjakarta pada tanggal 8 November 1942. sebelum memutuskan terjun sebagai komikus, pernah menuntut ilmu gambar menggambar di Akademi Seni Rupa Indonesia di Yogyakarta dan di Institut Teknologi Bandung.
Jan Mintaraga memulai aktifitas dalam dunia komik mengomik adalah dalam tema Roman. Saya masih ingat betapa indah sekali Yan Mintaraga menggambarkan kehebatan seorang remaja lelaki dalam Cergamnya : Sebuah Noda Hitam, Tembok dll. Seorang yang bercelana jeans dan memegang jaket jeans pula yang tersampir dipundaknya.
Pergeseran genre dari Roman ke Silat akhirnya menyeret sang maestro mengikuti arus itu, dengan tetap menampilkan roman dalam komik-komik silatnya. Ternyata apa yang dilakukan Jan mendapat sambutan luar biasa dari penggemar komik Indonesia. Ditambah lagi dengan petualangan ke dunia antah berantah (siluman, jin, setan dan lain-lain) semakin menjadikan Jan sebagai komikus paling fenomenal di jamannya. Banyak kritikus yang menyayangkan gambar cewek dalam komiknya yang kebarat-baratan serta terlalu sensual, tidak digubris sama sekali oleh Jan. Karena ditema itulah yang membuat komik karya Jan Mintaraga diburu oleh penggemar fanatiknya hingga saat ini
Jan sempat membuat komik Ramayana yang diterbitkan Misurind namun terhenti di buku ke-9. Akan tetapi gebrakan di akhir karyanya adalah terbitnya komik dengan judul Api di Rimba Mentaok terbitan Grasindo dan Imperium Majapahit terbitan Elex yang merupakan karya detik-detik terakhir Jan.
Sayang sekali beliau tidak lama bersama kita. Jan Mintaraga meninggalkan kita pada usia yang relatif masih muda, beliau meninggal di Pamulang pada tanggal 14 Desember 1999
Inilah koleksi pribadi, sebagian karya Jan Mintaraga yang dimiliki Tommy Johan Agusta (Balicomics.com) :
SERIAL KELELAWAR
Kelelawar
Lembah Seribu Bunga
Sinar Perak dari Selatan
Misteri Puri Iblis
Jakalola
Naga Branjangan Membalas Dendam
Runtuhnya Puri Iblis
SERIAL INDRABAYU
Indrabayu
Balas Dendam si Anak Kembar
Tanduk Menjangan Merah
Puncak ColmoLungma
Lembah Panca Sakya
Candra Gupta
Sepasang Gelang Mestika
Tragedi di Puncak Saptagiri
SERIAL EKALAYA
Rahasia Pondok Setan
Bencana Pualam Putih I
Bencana Pualam Putih II
Runtuhnya Pualam Putih
SERIAL SILAT LAINNYA
Teror Macan Putih
Alap-alap Gunung Gantungan
Karang Kambang
Rajawali dari Utara
Turangga Bayu
Kelelawar Bersayap Tunggal
SERIAL WAYANG DAN SEJARAH
Ramayana (jilid 1 sd 9 only)
Api di Rimba Mentaok
Imperium Majapahit
Dan beberapa judul berupa softcopy kiriman dari Mas Dewa, Mas Edwin dan Mas Erwin, yang disudet dari majalah anak-anak Ananda antara lain :
Bagascara dan Rajapandi
Dewi Luing Indung Bulan
Elang Gunung Sagara
Jayanegara
Kebo Iwa
Kertanegara
Manik Angkeran
Nyi Roro Kidul
Perang Bubat
Putri Keong Emas
Raden Wijaya
Sangkuriang
Sumpah Palapa
(Bahan tulisan dari : http://jadul1972.multiply.com/journal/item/78/JAN_MINTARAGA)
MAN alias Mansyur Daman
Mansyur Daman atau MAN dilahirkan di Jakarta tanggal 3 Juli 1946.
Serial Mandala Siluman Sungai Ular adalah komik yang menjadi salah satu favorit saya ketika masih kecil. Dengan wajah ganteng, berjiwa luhur, badan yang tegap, ikat kepala serta memiliki ilmu yang tinggi (sakti) merupakan persyaratan lengkap untuk seorang jagoan. Konon Pak Man terinspirasi oleh wajah Robert Conrad, bintang film Amerika yang memerankan film seri televise the Wild Wild West untuk wajah Mandala.
Info lebih lengkap dapat dilihat di : komikjadul.multiply.com
Inilah beberapa judul komik karya MAN yang dimiliki bapak Tommy Johan Agusta dari Balicomics.com :
Koleksi pribadi Serial Mandala (Siluman Sungai Ular) :
Golok Setan
Selendang Biru
Siluman Sungai Ular
Pusaka Dewa Pedang
Pedang Sinar Ungu
Bulan Kabangan
Iblis Marakahyangan
Bidadari Mata Elang
Iblis Seribu Muka
Titisan Dewa Petir
Bunuh Mandala
Koleksi pribadi serial Braja :
Hantu Selaksa Racun
Braja
Setan Catur
Rahasia Setan Catur
Jodoh di Grojogan Sewu
Dewi Lanjar
Ratu Pantai Utara
Koleksi lainnya :
Misteri Keluarga Jun
Pekikan-pekikan Histeris
Monyet Putih
Perawan Buronan
Setan Liar
Raksasa
Mencari Jejak Macan Kuku 1000
Gondoruwo
Joko Linglung
Tumbal (terbit akhir tahun 2008)
Bahan tulisan dari : http://jadul1972.multiply.com/journal/item/75/75
Siauw Tik Kwie alias Otto Suastika
Foto diambil dari Komik Sie Djin Koei Tjeng Tang terbitan Zhambala cetakan pertama 1983.
OTTO SUASTIKA (Siauw Tik Kwie) Dilahirkan pada tanggal 21 Juni 1913 di kota Surakarta. Pendidikan yang diperolehnya adalah dari Sekolah Tiong Hoa Hwe Kuan, yaitu sekolah bagi golongan Timur Asing-Cina pada masa penjajahan Belanda. Di sekolah inilah ia mendapatkan pelajaran seni rupa dari guru-guru yang pandai dan ia pun sangat berbakat.
Selain bakat melukis yang kian terasah, ia juga belajar filsafat dari Khong Hu Cu (Confussianisme). Ditambah lagi dengan hobbynya membaca buku-buku legenda Cina seperti Hong Sin, Sam Kok. Si Jin Kui, Si Kiong, Gak Hui, dan lain sebagainya. Ia belajar memvisualisasikan tokoh-tokoh dalam legenda itu hanya untuk iseng kemudian di berikan kepada teman-temannya
Mutasi dari Surakarta ke Jakarta membawanya berkawan dengan Kho Wan Gi (komikus Put On), Lee Man Fong dan lain-lain. Sehingga membawa keluasan cakrawala dunia gambar menggambarnya. Ia melukis komik untuk surat kabar Sing Po, Majalah Liberty Malang, Starmagazine Jakarta, mingguan Star Weekly, dan masih banyak lagi.
Atas saran dari Auwyang Peng Koen (PK Ojong) yang termasuk pendiri harian Kompas, Sieuw Tik Kwie diminta untuk melukis Sie Djin Koei. Dan ia pun menyanggupinya. Kelar dalam waktu yang cukup lama yaitu 7 tahun.
Sebagai pelukis, Siauw Tik Kwie pernah empat kali mengadakan pameran tunggal di Balai Budaya, Jakarta. Pamerannya yang terakhir diadakan pada 1980, dan diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, Dr. Daoed Joesoef, dan disponsori oleh Jusuf Wanandi, SH (Liem Bian Kie, SH).
Siauw Tik Kwie adalah komikus besar dengan coretan berdasarkan wayang potehi. Dwilogi karyanya yang monumental, Sie Djin Koei Tjeng Tang (Sie Jin Kui Menyerbu ke Timur) dan Sie Djin Koei Tjeng See (Sie Jin Kui Menyerbu ke Barat), semula dimuat seminggu sekali di majalah Star Weekly.
Oom Siauw memang bekerja sebagai illustrator cerpen, cersil, dan cerdek, di majalah tersebut. Selain itu juga melukis sampul buku-buku cersil yang diterjemahkan oleh OKT seperti Kim Tjoa Kiam, Tjie Hong Piauw, Giok Lo Sat dan Pek Hoat Mo Lie. Ciri khas lukisannya, tokoh pendekar prianya gagah keren, pendekar wanitanya cantik galak.
Ada rencana melanjutkan dengan serial Hong Kiauw - Lie Tan (Kisah Sie Kong, cucu Sie Jin Kui), malangnya majalah Star Weekly (entah karena apa) mendadak dibreidel (!). Belakangan Oom Siauw memakai nama Otto Swastika dan menjadi pelukis kanvas sampai meninggal.
http://iccsg.wordpress.com/2006/12/25/pendekar-pendekar-komik-tionghua/Sie Djin Kui
Sie Djin Koei adalah cerita Tiongkok kuno yang sangat terkenal dan berdasarkan sejarah yang disusun dalam bentuk karya sastra oleh Lo Pen alias Lo Kuan alias Lo Kuan Chung, yang hidup pada pertengahan Dinasti Yuan (Mongol) sampai awal Dinasti Ming, yang juga menyusun cerita klasik terkenal lainnya Kisah Tiga Negara (Sam Kok).
Sie Djin Koei adalah Panglima yang gagah perkasa dari tentara ekspedisi Tiongkok yang menyerbu ke negara Kaoli yang terletak di Semenanjung Korea masa lalu.
Cerita dari See Djin Koei ini sangat pandjang mulai dari character ini dilahirkan sampai dia meninggal disusul dengan cerita keturunannya sampai jaman sesudah Wu Che Tian (Bu CekTian) emperror wanita yang pertama dari Tang dynasti.
Lee Sie Bin (Hokkian) adalah emperornya dan dia terkenal dalam cerita ini dengan menaklukkan Korea dan keturunannya menalukkan kaum Siung Nu di utara daerah machuria dan Mongolia (orang-orang suku Tartar, Hun, dan lain-lain)
Intrik dan tipu muslihat dari tokoh-tokoh di dalam cerita, kuatnya cinta kasih dalam keluarga, serta kesetiaan kepada negara adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam komik ini.
Koleksi pribadi saya karya Otto Suastika masih :
1. Sie Djin Koei Tjeng Tang 1-6 (tamat)
2. Sie Djin Koei Tjeng See 1-9 (tamat)
Bagi yang penasaran dengan cerita Sie Djin Koei ini dapat di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6324.0
http://www.mail-archive.com/budaya_tionghua@yahoogroups.com/msg20907.html
Bahan tulisan dari : http://jadul1972.multiply.com/journal/item/74/Komikus_Otto_Suastika
San Wilantara
Foto Cergamis Bandung 1974. Dari kiri belakang: San Wilantara, Kelana, Fasen dan paling kanan (baju gelap) Prima. Depan (jongkok): Abuy Ravana dan Usyahbudin
Foto diperoleh dari : http://joemand.deviantart.com/art/Foto-Cergamis-Bandung-1974-80386666
Selain dikenal sebagai pelukis komik, San Wilantara tercatat sebagai pencipta gambar maskot Komisi Pemilihan Umun kota Bandung pada tahun 2008.
Maskot karya San Wilantara itu terpilih sebagai pemenang Lomba Cipta Maskot Pilwalkot 2008 yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung, 24-27 Maret 2008.
Maskot dengan visualisasi tiga buah rumpun bambu dengan kobaran api berwarna merah jinga itu terpilih dari 40 karya yang masuk ke KPU Kota Bandung.
"Karya itu mendapat penilaian tertinggi dari kriteria aspek filosofi, gambar, estetika, komposisi warna, proporsi bentuk serta orisinalitas karya," kata Heti.
Menurut penciptanya, San Wilantara, Maskot 'Monumen Bandung Lautan Api' itu merupakan spirit bagi Kota Bandung yang tidak akan pernah padam
"Maskot ini melambangkan semangat perjuangan warga Kota Bandung," kata Wilantara yang berhak atas hadiah Rp3,5 juta atas karyanya itu.
Komik karya San Wilantara :
1. Arwah 1-16
2. Badik Maut
3. Ermandra
4. Jayeng wadag irung
5. Kunci petaka
4. Undangan setan 1-16
5. Malaikat neraka 1-12
6. Makam bunga berhala
7. Misteri alam gaib
8. Pangeran parang kuning 1-16
9. Pengantin mayat 1-16
10. Raja akhirat 1-12
11. Rahasia bukit kera 1-14
12. Rahasia perawan kembar
13. Ratu siluman
14. Sarpa kenaka
15. Siluman sinting
16. Siluman buaya putih 1-15
17. Tujuh kali mati 1-12
18. Teluh Calon Arang (1978)
19. Undangan Setan 1-16
Sabtu, 28 November 2009
Gerdi WK alias Gerdy Wk alias Gerdi Wirata Kusuma
Komikus dengan nama lengkap Gerdi Wirata Kusuma ini dilahirkan di Ciamis 13 April 1953. Sebagai komikus Gerdi WK telah membidani 3 (tiga) tokoh superhero yang menjadi masterpiece di tahun 70-an, yaitu Gina, Santini dan Boda. Gina menjadi idola penggila komik disamping wajahnya yang cantik, juga super sakti dan seksi, yang berasal dari Kerajaan Turaba di Timur Tengah. Sedangkan Santini merupakan jelmaan dari Santi sekaligus jagoan khas Indonesia. Adapun mengenai tokoh Boda juga mirip dengan Gina berasal dari Timur Tengah hanya saja ia laki-laki yang gagah perkasa.
Keunggulan Gerdi WK adalah kemampuan dalam menggambar postur tubuh wanita sangat detil dan indah.
Sandy, seorang pengagum Gerdi menceritakan masa kecilnya begini : Waktu itu sudah banyak beredar komik2 anak-anak yg disadur dari cerita si Raja Dongeng Anak-anak Sedunia, HC Andersen dari Denmark. Banyak komikus-komikus terkenal yg membuat komik anak-anak spt itu, tidak terkecuali pak Gerdi WK. Saya sangat senang membaca komik2 anak-anak buatan pak Gerdi ini karena gambarnya yg bagus itu, bahkan menurut saya, gambar pak Gerdi paling bagus diantara gambar-gambar komik anak-anak yg beredar saat itu. Karena gambarnya yg bagus itu,
Pak Gerdi sering membantu menggambar cover komik anak-anak untuk komikus yang lain. Saya pernah kecele (terkecoh) karena mengira membaca komik buatan pak Gerdi tidak tahunya komik itu dibuat oleh komikus yang lain sedangkan pak Gerdi hanya membuat cover-nya.
Selain itu, pak Gerdi juga menjadi ilustrator dari beberapa buku cerita anak-anak. Penggemar pak Gerdi yg jeli pasti tahu bahwa pak Gerdi, selama beberapa waktu, pernah menjadi ilustrator komik strip Ceritera Dari Negeri Dongeng di majalah anak-anak Bobo, dengan tokoh2nya Nirmala, bidadari cilik yg manis dan si Oki, kurcaci cilik yg nakal.
Gerdi WK mengatakan, komik Indonesia sempat menjadi tuan rumah. Namun, pertengahan tahun 1974 mulai menurun sampai matinya tahun 1990-an. Gerdi sendiri membuat komik untuk penerbitan di koran sejak tahun 1965.
Sosok Gerdi WK adalah pria yang rendah hati, karena hingga saat ini merasa bukan sebagai seorang komikus, melainkan keterlibatannnya dalam komik Indonesia hanyalah penggembira saja. Pertama kali terjun ke dunia komik mengomik juga lantaran dipaksa oleh salah seorang kawannya, yang mengatakan dengan sungguh-gungguh bahwa karyanya bisa dijual. Sayangnya Gerdi lupa, judul karya-karya awalnya itu. Prinsip hidup Gerdi WK adalah bekerja untuk menjadi orang yang mendapatkan gaji secara rutin, sehingga wajar apabila kemudian memutuskan konsentrasi sebagai illustrator di berbagai majalah anak-anak dan penerbit berbagai jenis buku.
Gerdi memberi gambaran, di masa silam satu jilid sebanyak 64 halaman dia mendapatkan Rp 100.000. Saat itu harga emas satu gram Rp 250 perak, jadi satu jilid bisa untuk membeli 400 gram atau sekitar setengah kilogram emas. Gerdi malah sempat mendapatkan honor tetap.
Gerdi WK kemudian juga lebih banyak bergerak di dunia periklanan.
Lain lagi pendapat Gerdi WK. Ketakukan penerbit akan tidak lakunya komik Indonesia membuat komik nasional semakin terpuruk. Saat ini persaingan dengan komik luar sangat tinggi, anak-anak terbiasa dengan komik Jepang. Sebaliknya komik Indonesia malah dirasa asing lantaran ada kevakuman dalam dunia komik yang, menurut Gerdi, mulai terjadi sejak pertengahan tahun 1970-an.
"Sampai sekarang masih perdebatan. Ada yang bilang penurunan itu karena masuknya komik Jepang. Akan tetapi, sebagian mengatakan komikus kita kurang menjaga kualitas," ujar Gerdi.
Serbuan komik Jepang memang harus diakui. Namun, menurut Gerdi, semua serba terkait. Faktor yang membuat komik Jepang membanjir karena penerbit lebih memilih komik itu daripada membeli karya komikus lokal. Untuk menerbitkan komik luar, mereka cukup membeli lisence saja daripada membeli master.
"Kenapa komik Jepang banyak? Itu karena penerbitnya mau murah. Kenapa komik luar itu laku? Karena, anak-anak waktu itu lebih senang dan para komikus mungkin juga kurang menjaga mutu. Tidak terjaganya mutu karena semakin lama hasil jerih payahnya kurang mencukupi dan semakin tidak dihargai sehingga pengerjaannya jadi dikebut. Ada teman saya, karena honor satu jilid murah, jadi dia bikin 4-5 jilid dalam satu bulan," ujar Gerdi.
Saat ini Gerdi, RA Kosasih, Djair, dan Mansyur Daman tidak lagi menyimpan satu pun naskah asli karya atau mengoleksi karya pribadi. Alasannya beragam dan kadang menggelitik. Djair mengatakan, sebagian besar naskahnya sudah menjadi milik penerbit lantaran dibeli putus. Waktu itu mesin fotokopi juga masih langka. Sebagian habis dimakan rayap, dipinjam produser di film. "Ada yang dipinjam pacarnya anak saya, terus enggak balik. Saya juga tidak menyimpan komik sendiri. Biar yang baca orang lain saja," ujarnya sambil tersenyum.
Begitu juga Gerdi WK. Dahulu, pembuatan komik biasanya dengan memotret karya asli kemudian dicetak. "Setelah dipotret biasanya dibuang dan dipungutin sama anak-anak yang sedang belajar menggambar," ujarnya.
Serial Gina pertama kali terbit 1972 dalam episode Gina vs Siluman Ular dan berlangsung sebanyak 19 judul hingga 1985 dengan judul Rahasia Istana Es. Kisah Gina yang banyak dianggap masterpiece oleh penggemarnya adalah trilogi Gurun Gobi (1975), Teratai Merah (1976) dan Vampire-vampire Laut Kuning (1976).
Seperti lazimnya episode pertama, asal-usul Gina dijelaskan dalam Gina vs Siluman Ular. Sebenarnya Gina hanyalah seorang putri sultan yang diselamatkan seorang kakek tua ketika ia disiksa Putri Siluman Ular. Diberinya Gina kekuatan sakti, di antaranya mampu terbang dan mengeluarkan sinar ampuh dari kedua telapak tangannya.
Setelah mengalahkan musuhnya dan menyelamatkan keluarga serta kerajaannya, Gina terpanggil untuk membantu umat manusia. Ia berkelana ke berbagai negeri, termasuk ke Mesir dan beberapa negeri lain. Versi film animasinya pernah terbit dengan judul Gina vs Ratu Ular pada 2002 (ilustrasi oleh Mansjur Daman, yang dikenal dengan serial komik Mandala).
SERIAL KOMIK GINA (Gerdi WK):
Siluman Ular 1972
Bidadari Istana Syaiton 1973
Pasukan Iblis Neraka 1973
Manusia-manusia Bersayap dari Pal Purba 1974
Dewa Puncak Himalaya 1974
Gurun Gobi 1975
Teratai Merah 1976
Vampire-vampire Laut Kuning 1976
Mega Kelana 1978
Maharani 1978
Pulau Nirwana 1979
Penari Sihir 1979
Dukun dari Tibet 1980
Api Dendam di Kegelapan 1980
Buaya Afrika 1981
Rahasia Candra 1982
Pengejar Matahari 1983
Ratu Istana Api 1983
Rahasia Istana Es 1985
Gina 2005
Bahan tulisan dipetik dari :
http://www.ruangbaca.com/ruangbaca/?doky=MjAwNQ==&dokm=MTI=&dokd=MTY=&dig=YXJjaGl2ZXM=&on=VUxT&uniq=MjAz
http://jadul1972.multiply.com/journal/item/85/GERDI_WK
http://sandyjatmiko.multiply.com/journal/item/2
Jumat, 27 November 2009
Komik Tua Indonesia
Apakah ada komik tua ? Sesuatu yang banyak umurnya tentu saja bisa disebut tua. Lha banyaknya berapa ? Kalau di Indonesia, itu berarti sejak tahun 1950 - 1960 an, walaupun jauh sebelum itu kabarnya sudah ada komik dibuat oleh orang Indonesia. Dan itu berarti tua sekali, tapi janganlah dibilang tua bangka ya ?
Sejarah Komik Indonesia
Generasi 1930an
Merujuk kepada Boneff maka komik Indonesia pada awal kelahirannya dapat di bagi menjadi dua kategori besar, yaitu komik strip dan buku komik. Kehadiran komik-komik di Indonesia pada tahun 1930an dapat ditemukan pada media Belanda seperti De Java Bode dan D’orient dimana terdapat komik-komik seperti Flippie Flink and Flash Gordon. Put On,seorang peranakan Tionghoa adalah karakter komik Indonesia yang pertama-tama merupakan karya Kho Wan Gie yang terbit rutin di surat kabar Sin Po. Put On menginspirasi banyak komik strip lainnya sejak tahun 30an sampai 60-an seperti pada Majalah Star(1939-1942) yang kemudian bertukar menjadi Star Weekly. Sementara itu di Solo, Nasroen A.S. membuahkan karya komik stripnya yang berjudul Mentjcari Poetri Hidjaoe melalui mingguan Ratu Timur. Di awal tahun 1950-an, salah satu pionir komik bernama Abdulsalam menerbitkan komik strip heroiknya di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, salah satunya berjudul “Kisah Pendudukan Jogja”, bercerita tentang agresi militer Belanda ke atas kota Yogyakarta. Komik ini kemudian dibukukan oleh harian “Pikiran Rakyat” dari Bandung. Sebagian pengamat komik berpendapat bahwa inilah buku komik pertama-tama oleh artis komik Indonesia.
Generasi 1940-50an
Sekitar akhir tahun 1940an, banyak komik-komik dari Amerika yang disisipkan sebagai suplemen mingguan suratkabar. Diantaranya adalah komik seperti Tarzan, Rip Kirby, Phantom and Johnny Hazard. Kemudian penerbit seperti Gapura dan Keng po dari Jakarta, dan Perfects dari Malang, mengumpulkannya menjadi sebuah buku komik. Ditengah-tengah membanjirnya komik-komik asing, hadir Siaw Tik Kwei, salahs seorang komikus terdepan, yang memiliki teknik dan ketrampilan tinggi dalam menggambar mendapatkan kesempatan untuk menampilkan komik adapatasinya dari legenda pahlawan Tiongkok ‘Sie Djin Koei’. Komik ini berhasil melampaui popularitas Tarzan di kalangan pembaca lokal. Popularitas tokoh-tokoh komik asing mendorong upaya mentransformasikan beberapa karakter pahlawan super itu ke dalam selera lokal. R.A. Kosasih, yang kemudian dikenal sebagai Bapak Komik Indonesia, memulai karirnya dengan mengimitasi Wonder Woman menjadi pahlawan wanita bernama Sri Asih. Terdapat banyak lagi karakter pahlawan super yang diciptakan oleh komikus lainnya,diantaranya adalah Siti Gahara, Puteri Bintang, Garuda Putih and Kapten Comet, yang mendapatkan inspirasi dari Superman dan petualangan Flash Gordon.
Generasi 1960-70an
Adapatasi dari komik asing dalam komik Indonesia mendapatkan tentangan dan kritikan dari kalangan pendidik dan pengkritik budaya. Karena itu penerbit seperti Melodi dari Bandung dan Keng Po dari Jakarta mencari orientasi baru dengan melihat kembali kepada khazanah kebudayaan nasional. Sebagai hasil pencarian itu maka cerita-cerita yang diambil dari wayang Sunda dan Jawa menjadi tema-tema prioritas dalam penerbitan komik selanjutnya. R.A. Kosasih adalah salah seorang komikus yang terkenal keberhasilannya membawa epik Mahabharata dari wayang ke dalam media buku komik. Sementara itu dari Sumatra, terutamanya di kota Medan, terdapat pionir-pionir komikus berketrampilan tinggi seperto Taguan Hardjo, Djas, dan Zam Nuldyn, yang menyumbangkan estetika dan nilai filosofi ke dalam seni komik. Di bawah penerbitan Casso and Harris, artis-artis komik ini mengeksplorasi cerita rakyat Sumatra yang kemudian menjadi tema komik yang sangat digemari dari tahun 1960an hingga 1970an.
Banyak dipengaruhi komik-komik dengan gaya Amerika, Eropa, dan Tiongkok. Sebagian besar memanfaatkan majalah dan koran sebagai medianya, meskipun beberapa karya seperti Majapahit oleh R.A. Kosasih juga mendapatkan kesempatan untuk tampil dalam bentuk buku.
Tema yang banyak muncul adalah pewayangan, superhero, dan humor-kritik.
* Abdillah
* Budijanto Suhardiman
* Ganes TH.
* Hasmi
* Jan Mintaraga
* Jeffry (Iwan Suhardi)
* John Lo (Djoni Lukman)
* R.A. Kosasih
* Sim Kim Toh alias Simon Iskandar
* Kho Wan Gie alias Sopoiku
* Wid NS
* Zaldy Armendaris
* Dwi Koendoro
Generasi 1990-2000an
Ditandai oleh dimulainya kebebasan informasi lewat internet dan kemerdekaan penerbitan, komikus mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi gayanya masing-masing dengan mengacu kepada banyak karya luar negeri yang lebih mudah diakses. Selain itu, beberapa judul komik yang sebelumnya mengalami kesulitan untuk menembus pasar dalam negeri, juga mendapat tempat dengan maraknya penerbit komik bajakan.
Selain itu beberapa penerbit besar mulai aktif memberikan kesempatan kepada komikus muda untuk mengubah image komik Indonesia yang selama ini terkesan terlalu serius menjadi lebih segar dan muda.
Ada dua aliran utama yang mendominasi komik modern Indonesia, yaitu Amerika (lebih dikenal dengan comics) dan Jepang (dengan stereotype manga).
Bahan tulisan dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Komik_Indonesia
Sejarah Komik Indonesia
Generasi 1930an
Merujuk kepada Boneff maka komik Indonesia pada awal kelahirannya dapat di bagi menjadi dua kategori besar, yaitu komik strip dan buku komik. Kehadiran komik-komik di Indonesia pada tahun 1930an dapat ditemukan pada media Belanda seperti De Java Bode dan D’orient dimana terdapat komik-komik seperti Flippie Flink and Flash Gordon. Put On,seorang peranakan Tionghoa adalah karakter komik Indonesia yang pertama-tama merupakan karya Kho Wan Gie yang terbit rutin di surat kabar Sin Po. Put On menginspirasi banyak komik strip lainnya sejak tahun 30an sampai 60-an seperti pada Majalah Star(1939-1942) yang kemudian bertukar menjadi Star Weekly. Sementara itu di Solo, Nasroen A.S. membuahkan karya komik stripnya yang berjudul Mentjcari Poetri Hidjaoe melalui mingguan Ratu Timur. Di awal tahun 1950-an, salah satu pionir komik bernama Abdulsalam menerbitkan komik strip heroiknya di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, salah satunya berjudul “Kisah Pendudukan Jogja”, bercerita tentang agresi militer Belanda ke atas kota Yogyakarta. Komik ini kemudian dibukukan oleh harian “Pikiran Rakyat” dari Bandung. Sebagian pengamat komik berpendapat bahwa inilah buku komik pertama-tama oleh artis komik Indonesia.
Generasi 1940-50an
Sekitar akhir tahun 1940an, banyak komik-komik dari Amerika yang disisipkan sebagai suplemen mingguan suratkabar. Diantaranya adalah komik seperti Tarzan, Rip Kirby, Phantom and Johnny Hazard. Kemudian penerbit seperti Gapura dan Keng po dari Jakarta, dan Perfects dari Malang, mengumpulkannya menjadi sebuah buku komik. Ditengah-tengah membanjirnya komik-komik asing, hadir Siaw Tik Kwei, salahs seorang komikus terdepan, yang memiliki teknik dan ketrampilan tinggi dalam menggambar mendapatkan kesempatan untuk menampilkan komik adapatasinya dari legenda pahlawan Tiongkok ‘Sie Djin Koei’. Komik ini berhasil melampaui popularitas Tarzan di kalangan pembaca lokal. Popularitas tokoh-tokoh komik asing mendorong upaya mentransformasikan beberapa karakter pahlawan super itu ke dalam selera lokal. R.A. Kosasih, yang kemudian dikenal sebagai Bapak Komik Indonesia, memulai karirnya dengan mengimitasi Wonder Woman menjadi pahlawan wanita bernama Sri Asih. Terdapat banyak lagi karakter pahlawan super yang diciptakan oleh komikus lainnya,diantaranya adalah Siti Gahara, Puteri Bintang, Garuda Putih and Kapten Comet, yang mendapatkan inspirasi dari Superman dan petualangan Flash Gordon.
Generasi 1960-70an
Adapatasi dari komik asing dalam komik Indonesia mendapatkan tentangan dan kritikan dari kalangan pendidik dan pengkritik budaya. Karena itu penerbit seperti Melodi dari Bandung dan Keng Po dari Jakarta mencari orientasi baru dengan melihat kembali kepada khazanah kebudayaan nasional. Sebagai hasil pencarian itu maka cerita-cerita yang diambil dari wayang Sunda dan Jawa menjadi tema-tema prioritas dalam penerbitan komik selanjutnya. R.A. Kosasih adalah salah seorang komikus yang terkenal keberhasilannya membawa epik Mahabharata dari wayang ke dalam media buku komik. Sementara itu dari Sumatra, terutamanya di kota Medan, terdapat pionir-pionir komikus berketrampilan tinggi seperto Taguan Hardjo, Djas, dan Zam Nuldyn, yang menyumbangkan estetika dan nilai filosofi ke dalam seni komik. Di bawah penerbitan Casso and Harris, artis-artis komik ini mengeksplorasi cerita rakyat Sumatra yang kemudian menjadi tema komik yang sangat digemari dari tahun 1960an hingga 1970an.
Banyak dipengaruhi komik-komik dengan gaya Amerika, Eropa, dan Tiongkok. Sebagian besar memanfaatkan majalah dan koran sebagai medianya, meskipun beberapa karya seperti Majapahit oleh R.A. Kosasih juga mendapatkan kesempatan untuk tampil dalam bentuk buku.
Tema yang banyak muncul adalah pewayangan, superhero, dan humor-kritik.
* Abdillah
* Budijanto Suhardiman
* Ganes TH.
* Hasmi
* Jan Mintaraga
* Jeffry (Iwan Suhardi)
* John Lo (Djoni Lukman)
* R.A. Kosasih
* Sim Kim Toh alias Simon Iskandar
* Kho Wan Gie alias Sopoiku
* Wid NS
* Zaldy Armendaris
* Dwi Koendoro
Generasi 1990-2000an
Ditandai oleh dimulainya kebebasan informasi lewat internet dan kemerdekaan penerbitan, komikus mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi gayanya masing-masing dengan mengacu kepada banyak karya luar negeri yang lebih mudah diakses. Selain itu, beberapa judul komik yang sebelumnya mengalami kesulitan untuk menembus pasar dalam negeri, juga mendapat tempat dengan maraknya penerbit komik bajakan.
Selain itu beberapa penerbit besar mulai aktif memberikan kesempatan kepada komikus muda untuk mengubah image komik Indonesia yang selama ini terkesan terlalu serius menjadi lebih segar dan muda.
Ada dua aliran utama yang mendominasi komik modern Indonesia, yaitu Amerika (lebih dikenal dengan comics) dan Jepang (dengan stereotype manga).
Bahan tulisan dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Komik_Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)